Oleh : Dayendra Sasri
Ikan merupakan sumber makanan yang memiliki banyak manfaat baik bagi kesehatan manusia, dari konsumsi ikan kita akan mendapatkan protein yang kadarnya sangat tinggi. Hal ini tentu merupakan kesempatan baik karena sebagai negeri tropis yang kaya perairan baik air tawar ataupun air laut. Tentu kita memiliki peluang lebih dalam mendapatkan ikan.
Ikan merupakan sumber makanan yang memiliki banyak manfaat baik bagi kesehatan manusia, dari konsumsi ikan kita akan mendapatkan protein yang kadarnya sangat tinggi. Hal ini tentu merupakan kesempatan baik karena sebagai negeri tropis yang kaya perairan baik air tawar ataupun air laut. Tentu kita memiliki peluang lebih dalam mendapatkan ikan.
'Salu' yaitu alat penangkap ikan tradisional |
Di kota-kota besar bisa jadi kita akan kesulitan
mencari lahan yang banyak ikannya, dan karenanya hanya sebatas di pusat-pusat
belanja ataupun pasar-pasar tradisional kita akan mendapatkannya. Namun tak
jauh dari kota, di pinggiran kota misalnya, maka akan dengan mudah menemukan
empang, selokan, kolam, dan lahan ikan bisa hidup.
Berkaitan dengan tak terbatasnya kehidupan ikan ini,
tentu tak terbatas pula metode penangkapannya. Dan tak akan selalu sama
cara penangkapan pada tiap daerah. Cara menangkap ikan dengan menjala dan
memancing bisa jadi masih bisa dikategorikan sebagai metode yang sama antara
tempat yang satu dengan tempat lainnya.
Warga yang sedang membuat salu |
Namun, di Kecamatan Kapur IX ada metode unik didalam
menangkap ikan, bukan menggunakan teknologi terkini namun hanya dengan
menggunakan bahan alami dan sangat ramah lingkungan. Alat penangkap ikan
tersebut dinamai ‘SALU’ atau singkatan dari ‘Saluran’ yaitu sebuah alat
tradisional warga masyarakat Kecamatan Kapur IX yang digunakan untuk menjebak
ikan. Jika dilihat dari bahannya, Salu di Kecamatan Kapur IX ini hanya terbuat
dari kayu, bambu, tali, dan paku. Yang terbentuk berupa sudut lancip seperti
huruf (V) yang menutupi aliran sungai dan pada bagian ujung lancipnya tersebut
terdapat anyaman bambu yang berfungsi untuk menjebak ikan jika ikan melewati
aliran salu tersebut.
Warga yang sedang membuat salu |
Masyarakat Kecamatan Kapur IX yang biasa membuat
salu biasanya akan memerlukan waktu selama dua sampai empat minggu, tergantung
ukuran salu dan jarak salu tersebut dari perkampungan. Kegiatan tersebut berupa
mempersiapkan bahan dan alat berupa kayu dan bambu. Kayu berguna untuk ‘Lantak’
atau tiang dasar salu untuk digunakan sebagai bahan penahan aliran sungai dan
bambu untuk bagian ujung lancip yang berguna untuk menjebak ikan.
Warga yang sedang membuat salu |
Dalam pemasangan salu ini, pada bagian mulut salu
yang terbuka dan terendam air, ditata bebatuan guna memusatkan aliran air
sungai. Sehingga arus sungai yang kemungkinan besar membawa ikan itu bisa masuk
dalam mulut salu. Di kondisi inilah ikan akan terjebak, dan tidak bisa kembali
ke arus yang datang sangat deras. Selanjutnya ikan justru akan terdorong menuju
bagian yang lebih tinggi, dan secara otomatis akan keluar dari sela belahan
bambu yang telah disusun tadi.
Meskipun salu ini terlihat sangat tradisional namun
memerlukan keahlian khusus didalam pembuatannya karena penerapan penggunaan
metode penangkapan ini termasuk berbahaya dan membutuhkan keahlian khusus,
karena salu hanya akan mendapatkan ikan jika air sungai meluap jadi pada saat
sungai dalam kondisi normal biasanya hasil tangkapan sangat sedikit bahkan
tidak ada. Di Kecamatan Kapur IX sendiri tidak banyak warga masyarakat yang
memiliki kemampuan pembuatan salu ini, hanya orang tertentu saja yang bisa
menerapkannya karena resikonya tadi. Didalam pembuatan salu juga tidak
dikelolah sendiri, biasanya dibuat secara kongsi atau lebih dari satu
orang/pihak karena pembuatan salu ini lumayan membutuhkan tenaga dan waktu
dalam pembuatannya.
Ada hal unik dalam metode ini yaitu masyarakat
percaya bahwa ikan hasil tangkapan pertama harus di lemparkan di tepi sungai
agar ‘inyiak’ sebutan hariamu bagi masyarakat minangkabau memakannya karena
jika tidak inyiak tersebut bisa mengancam orang-orang yang sedang berada pada
salu tersebut. Terlepas dari itu semua bisa percaya bisa tidak namun itulah
kenyataan kearifan lokal disana. Kemudian ikan hasil tangkapan yang diperoleh
biasanya hanya dibagi dengan jumlah anggota yang menjaga salu tersebut dan jika
hasil tangkapan lumayan banyak ada juga yang menjual ikan hasil tangkapan
tersebut.
Hal unik lainnya adalah pada saat air sungai
membesar itu tandanya pemilik/ pengelolah salu akan turun ke sungai untuk
menuju bagian mulut salu betujuan untuk memanen ikan yang terjebak disana, tanda-tanda
salu itu masih aman dinaiki pada saat air sedang naik adalah ketika salu
tersebut masih bergoyang-goyang karena arus sungai karena jika salu tersebut
tidak lagi bergoyang itu pertanda bahwa bagian lantak/ atau kayu pondasi salu
sudah tidak kuat lagi dan sewaktu-waktu bisa hanyut terbawa arus sungai.
Saat tim "jejak petualang Trans 7" melakukan peliputan di atas Salu |
Saat tim "jejak petualang Trans 7" melakukan peliputan di atas Salu |
Meskipun metode menangkap ikan tersebut sangat ramah
lingkungan namun sekarang sudah mulai jarang ditemukan di Kecamatan Kapur IX,
tidak semua nagari disana yang bisa membuat salu, hanya beberapa nagari saja
yang sampai sekarang menerapkan metode tersebut. Kita berharap agar warga
masyarakat selalu menjaga warisan unik tersebut dan jangan sampai hilang
ditelan zaman.
No comments:
Post a Comment