Saturday, December 23, 2017

'SALU' Alat Tradisional Jebakan Ikan di Kecamatan Kapur IX


Oleh : Dayendra Sasri

Ikan merupakan sumber makanan yang memiliki banyak manfaat baik bagi kesehatan manusia, dari konsumsi ikan kita akan mendapatkan protein yang kadarnya sangat tinggi. Hal ini tentu merupakan kesempatan baik karena sebagai negeri tropis yang kaya perairan baik air tawar ataupun air laut. Tentu kita memiliki peluang lebih dalam mendapatkan ikan.

'Salu' yaitu alat penangkap ikan tradisional


Di kota-kota besar bisa jadi kita akan kesulitan mencari lahan yang banyak ikannya, dan karenanya hanya sebatas di pusat-pusat belanja ataupun pasar-pasar tradisional kita akan mendapatkannya. Namun tak jauh dari kota, di pinggiran kota misalnya, maka akan dengan mudah menemukan empang, selokan, kolam, dan lahan ikan bisa hidup.

Berkaitan dengan tak terbatasnya kehidupan ikan ini, tentu tak terbatas pula metode penangkapannya. Dan tak akan selalu sama cara penangkapan pada tiap daerah. Cara menangkap ikan dengan menjala dan memancing bisa jadi masih bisa dikategorikan sebagai metode yang sama antara tempat yang satu dengan tempat lainnya.
Warga yang sedang membuat salu
Namun, di Kecamatan Kapur IX ada metode unik didalam menangkap ikan, bukan menggunakan teknologi terkini namun hanya dengan menggunakan bahan alami dan sangat ramah lingkungan. Alat penangkap ikan tersebut dinamai ‘SALU’ atau singkatan dari ‘Saluran’ yaitu sebuah alat tradisional warga masyarakat Kecamatan Kapur IX yang digunakan untuk menjebak ikan. Jika dilihat dari bahannya, Salu di Kecamatan Kapur IX ini hanya terbuat dari kayu, bambu, tali, dan paku. Yang terbentuk berupa sudut lancip seperti huruf (V) yang menutupi aliran sungai dan pada bagian ujung lancipnya tersebut terdapat anyaman bambu yang berfungsi untuk menjebak ikan jika ikan melewati aliran salu tersebut.
Warga yang sedang membuat salu
Masyarakat Kecamatan Kapur IX yang biasa membuat salu biasanya akan memerlukan waktu selama dua sampai empat minggu, tergantung ukuran salu dan jarak salu tersebut dari perkampungan. Kegiatan tersebut berupa mempersiapkan bahan dan alat berupa kayu dan bambu. Kayu berguna untuk ‘Lantak’ atau tiang dasar salu untuk digunakan sebagai bahan penahan aliran sungai dan bambu untuk bagian ujung lancip yang berguna untuk menjebak ikan.

Warga yang sedang membuat salu
Dalam pemasangan salu ini, pada bagian mulut salu yang terbuka dan terendam air, ditata bebatuan guna memusatkan aliran air sungai. Sehingga arus sungai yang kemungkinan besar membawa ikan itu bisa masuk dalam mulut salu. Di kondisi inilah ikan akan terjebak, dan tidak bisa kembali ke arus yang datang sangat deras. Selanjutnya ikan justru akan terdorong menuju bagian yang lebih tinggi, dan secara otomatis akan keluar dari sela belahan bambu yang telah disusun tadi.

Meskipun salu ini terlihat sangat tradisional namun memerlukan keahlian khusus didalam pembuatannya karena penerapan penggunaan metode penangkapan ini termasuk berbahaya dan membutuhkan keahlian khusus, karena salu hanya akan mendapatkan ikan jika air sungai meluap jadi pada saat sungai dalam kondisi normal biasanya hasil tangkapan sangat sedikit bahkan tidak ada. Di Kecamatan Kapur IX sendiri tidak banyak warga masyarakat yang memiliki kemampuan pembuatan salu ini, hanya orang tertentu saja yang bisa menerapkannya karena resikonya tadi. Didalam pembuatan salu juga tidak dikelolah sendiri, biasanya dibuat secara kongsi atau lebih dari satu orang/pihak karena pembuatan salu ini lumayan membutuhkan tenaga dan waktu dalam pembuatannya.

Ikan salimang tangkapan dari salu

Ikan gariang tangkapan dari salu

Ada hal unik dalam metode ini yaitu masyarakat percaya bahwa ikan hasil tangkapan pertama harus di lemparkan di tepi sungai agar ‘inyiak’ sebutan hariamu bagi masyarakat minangkabau memakannya karena jika tidak inyiak tersebut bisa mengancam orang-orang yang sedang berada pada salu tersebut. Terlepas dari itu semua bisa percaya bisa tidak namun itulah kenyataan kearifan lokal disana. Kemudian ikan hasil tangkapan yang diperoleh biasanya hanya dibagi dengan jumlah anggota yang menjaga salu tersebut dan jika hasil tangkapan lumayan banyak ada juga yang menjual ikan hasil tangkapan tersebut.

Hal unik lainnya adalah pada saat air sungai membesar itu tandanya pemilik/ pengelolah salu akan turun ke sungai untuk menuju bagian mulut salu betujuan untuk memanen ikan yang terjebak disana, tanda-tanda salu itu masih aman dinaiki pada saat air sedang naik adalah ketika salu tersebut masih bergoyang-goyang karena arus sungai karena jika salu tersebut tidak lagi bergoyang itu pertanda bahwa bagian lantak/ atau kayu pondasi salu sudah tidak kuat lagi dan sewaktu-waktu bisa hanyut terbawa arus sungai.

Saat tim "jejak petualang Trans 7" melakukan peliputan di atas Salu



Saat tim "jejak petualang Trans 7" melakukan peliputan di atas Salu

Meskipun metode menangkap ikan tersebut sangat ramah lingkungan namun sekarang sudah mulai jarang ditemukan di Kecamatan Kapur IX, tidak semua nagari disana yang bisa membuat salu, hanya beberapa nagari saja yang sampai sekarang menerapkan metode tersebut. Kita berharap agar warga masyarakat selalu menjaga warisan unik tersebut dan jangan sampai hilang ditelan zaman.

Saturday, December 2, 2017

BATU BERSURAT DI KAPUR IX INI MASIH MENYIMPAN MISTERI

Seperti yang diulas pada artikel sebelumnya, Kecamatan Kapur IX memang menyimpan sejuta pesona (disini) yang masih tersimpan dengan apik dan masih menjadi misteri hingga kini. Mulai dari peninggalan perkembangan islam (disini) yang sudah ada sejak dahulu sampai peninggalan purbakalanya (disini) ada di kecamatan yang berada paling ujung utara Kabupaten 50 Kota yang berbatasan langsung dengan Provinsi Riau.



Mungkin keberadaan batu bersurat yang berada di simpang batu sompik yang terletak di antara Jorong Mongan dengan Jorong Gelugur tidak hal asing lagi bagi masyarakat Kecamatan Kapur IX. Namun kemaren Jum'at (30/11) Andri Yasmen, yaitu Camat Kecamatan Kapur IX kembali mengupload foto batu bersurat tersebut di media sosial facebooknya.

Hal ini kembali menyegarkan wacana kita akan kayanya kecamatan ini akan masa lalunya. Batu bersurat yang tertulis 9 Mei 1887 tersebut sampai sekarang tidak ada seorang pun dari masyarakat yang mengetahui akan makna dan tujuan penulisan tanggal pada batu tersebut. Ada sebagian masyarakat yang berada di sekitar wilayah batu tersebut beranggapan bahwa tanggal tersebut ada kaitannya dengan nama salah satu jorong di perkampungan yang belum tersentuh aliran listrik tersebut juga mengarah pada salah satu jenis kekayaan alam. Jorong Mongan, menurut warga mengarah pada Mangan yang terkandung dalam perut bumi.

Tulisan pada batu bersurat

Namun itu bukanlah pasti karena belum ada penelitian yang dilakukan pada batu bersurat tersebut, hal tersebut hanya perkiraan dari warga masyarakat yang berada di sekitar wilayah tersebut. Andri Yasmen mengungkapkan lagi "Tulisan pada batu yang diukir menggunakan benda keras tersebut menimbulkan tanda tanya besar, sepertinya perlu juga menjadi bahan penelitian untuk menggali kisah di balik tulisan ini". Bersama Musyawarah Pimpinan Kecamatan Kapur IX, Andri Yasmen tertarik dengan tulisan di batu tersebut. "Tentu kita tidak bisa mengetahui apa sejarah di baliknya, tanpa adanya penelitian dari ahli di bidangnya" terang Andri Yasmen bersama Wakapolsek Kapur IX, Iptu Muchri Sawir kemarin. Sebab, bisa saja seseorang iseng menulisnya dan memundurkan tahunnya. Tertulis pada batu 9 Mei 1887 dengan coretan lain di bawahnya. Namun coretan lain tersebut sulit untuk dibaca.

Source :
- Linimasa Facebook Andri Yasmen
- Merdeka.com

Friday, December 1, 2017

Better Forgiven Than Resentment


Manis dibibir lain dihati,
Kita dulu bersama dan satu hati,
Bergembira dan bersenang-senang bersama waktu yang kita lewati.

Tak pernah terlintas dihati akan ada akhir nanti,
Tapi perbedaan ini... membuat kau tinggi hati,
Tak pernah ku meminta dan mengemis untuk minta ditemani,
Karna aku sadar siapa diri ini.

Perjalanan panjang yang kita lalui bersama,
Semakin yakin dan paham akan karakter semua,
Mana yang tulus dan mana yang cuma-cuma,
Mengelus dada dan senyum saja.

Ternyata ada maksud lain dibalik ini semua,
Nafsu haus mu akan prospek kedepan,
Membuat aku harus rela meninggalkan ini selamanya.

Kini kita telah berbeda arah,
Kau masih terlena dibalik sana,
Masih menikmati manisnya perbedaan,
Tak memikirkan bagaimana jatuhnya nanti.

Kini aku telah terbuang sia-sia,
apa yang aku kerjakan selama ini... tak kau hargai sama sekali,
Karna mata dan hatimu telah dibutakan oleh realita yang ada,
Hingga lupa siapa teman yang sejati,
Dan siapa yang selalu pamer diri,
Aku hanya manusia yang pantas dilupai.

Habis manis sepah dibuang,
Itulah yang aku rasakan sekarang,
Pengorbanan, tenanga dan kebersamaan itu telah hilang,
Namun semua tatap ku kenang,
Karna aku bukan seorang pecundang,
Karna semua adalah catatan perjuangan,
Yang tetap ada dalam halaman,
Walau tak berumur panjang.

Aku tak marah apalagi kecewa,
Ingat... sesal kemudian tak ada guna,
Kau buang dia yang setia,
Dalam kebersamaan suka dan duka.

Cobalah belajar menerima,
Semua kekurangan sesama,
Teman sejati bukan hanya kaya,
Apalagi hanya pamer harta,
Teman sejati selalu punya hati yang abadi,
Disaat kau jatuh wataupun bergelimang harta,
Jangan selalu punya sifat yang merasa,
Dirinya paling kaya sedunia.

Teman sejati susah dicari,
Belajarlah untuk memahami,
Jangan habis manis sepah dikhianati,
Karna kau akan menyesal hal tersebut.

"Kulit kacang berakhir di tempat sampah".