Pada saat janin (cabang
bayi) masih di dalam Alam Rahim (didalam air ketuban), pada saat itu masih
belum memiliki nyawa. Yang ada hanyalah Ruh, Rasa pendengaran dan Nafsu
muthmainah. Dari Alam Rahim ketika janin berpindah ke Alam Dunia (menjadi bayi)
maka sifat fitrah Ruh tersebut berubah menjadi sifat Roh. Selanjutnya ketika
telah terjadi kontak dengan Alam Dunia baru disebut dengan Nyawa. Nyawa itu
adalah darah yang berada di bawah kulit dan di atas permukaan daging. Ketika adanya
Nafas dikala itulah adanya Hidup dan Hidup adalah karena adanya Dzat dan Sifat.
Dari penjelasan singkat
mungkin telah bisa pahami. Dimana perbedaan antara Ruh dan Roh dan di dalam Roh
terdapat Nyawa dan Nafas (Hidup). Jika dijabarkan fitrah Ruh tersebut terbagi
menjadi lima. Yaitu :
1. Ruh Sulthoniyah (Hak Allah).
Dimana
ruh tersebut terletak di hati, jika ruh tersebut keluar dari jasad manusia,
maka manusia akan mengalami kematian (nafas).
2. Ruh Ruhaniyah (Hak Rasulullah).
Ruh
ini terletak di dada (jantung) dan terdapat pada 360 sendi (Malaikat Muqqorobin
di setiap sendi) disini juga terdapat makna 360 hari. Jadi badaniah bukan raga,
dimana satu badan menjadi satu atap (menyeluruh).
Ruh
ini yang sangat suka meninggalkan jasad. Dimana penjabaran ruh ini meliputi
mimp dan mimpi yang benar adalah ketika kita bisa mengingatnya dan
menceritakannya dengan jelas ketika terbangun dari tidur meskipun kejadian
mimpinya sudah lama terjadi.
4. Ruh Dinniyah/ Jasadiyah.
Ruh
ini berkaitan dengan berdirinya insan kedalam isalam, fitrah diri/ fitrah agama
dan ruh samawi.
Dimana
kajian didalamnya terdiri dari fitrah. Fitrah adalah sifat-sifat keturuan yang
diberikan kepada manusia. Dimana dengan sifat-sifat inilah manusia memiliki
dorongan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya, meniru sifat-sifat Allah. Sehingga
terbentuk tatanan yang penuh rahmat dan kita kenal sebagai misi universal
rahmatan lii alamain.
Selanjutnya hakikat
nyawa. Nyawa adalah rasa jasmani, olahan dari api-angin-air-bumi pada waktu itu
mata belum terbuka dan belum bisa melihat. Dimana telinga belum bisa mendengar,
hidung belum bisa mencium, mulut belum bisa berkata dan hanyalah telinga yang
bisa mendengar. Setelah diberi asi (air susu ibu) atau makanan yang berasal
dari sari pati api, angin, air dan bumi maka dari sari pati yang empat tadi
menjadi nur darah. Nur darah juga terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1. Alif (nur darah merah).
Berasal
dari saripati api, terdapat pada daging dan berfungsi membesarkan daging bayi
kemudian hawanya bisa keluar melalui telinga sehingga seorang bayi bisa
mendengar (ruhus samma’ yaitu rasa pendengaran).
Jadi,
hakikat dari darah yang terbentuk dari api itu adalah tempat terwujudnya sifat
Allah yang bernama (‘Azim) sehingga bukan darah melainkan sifat dari Allah yang
bernama ‘Azim. Ketika terlahirnya sifat Allah yang bernama ‘Azim pada darah. Maka
pada saat itulah darah bernama ‘Azimun dan pemahamannya adalah “bukan darah aku
(manusia) melaikan hanyalah ‘Azimun semata”.
2. Lam (Nur darah kuning).
Berasal
dari saripari angin, terdapat pada urat nadi dan berfungsi untuk membesarkan
sumsum bayi. Kemudian hawanya keluar dari hidung sehingga seorang manusia bisa
mencium dan merasa. (ruhun nafasi yaitu rasa penciuman).
Hakikat
urat atau nadi yang terbentuk dari angin adalah tempat terwujudnya sifat Allah
yang bernama qawi sehingga bukan urat nadi melainkan sifat Allah yang bernama
qawi. Ketika terlahir dari sifat Allah yang bernama qawi pada urat dan nadi. Maka
pada saat itulah urat dan nadi bernama qawiyun dan pemahamannya adalah “Bukan
urat dan nadi aku (manusia) melainkan qawiyun semata”.
3. Lam (Nur darah putih).
Berasal
dari saripati air, terdapat pada tulang dan berfungsi membesarkan tulang bayi
dan hawanya keluar melalui mata sehingga bisa melihat (ruhul bashar yaitu rasa
penglihatan).
Hakikat
tulang terbentuk dari air adalah tempat terwujudnya sifat Allah yang bernama
mayudi sehingga bukan tulang melainkan sifat Allah yang bernama mayuhi. Ketika terlahir
sifat Allah yang bernama mayuhi pada tulang maka saat itu tulang bernama mahuyi
dan pemahamannya adalah “Bukan tulang aku (manusia) melainkan mahuyi semata”.
4. Ha (Nur darah hitam).
Berasal
dari saripati bumi, terdapat pada kulit dan berfungsi membesarkan kulitnya bayi
dan hawanya keluar melalui lidah (mulut) sehingga bisa berbicara. (ruhul kalami
yaitu rasa perkataan) dan diproses melalui ilmu maka bertemu dengan
5. Nur darah bening.
Dimana
setelah bayi membesarkan kulitnya, membesarkan dagingnya, membesarkan
tulangnnya, membesarkan (banyak) sumsumnya maka keluarlah hawanya.
Hakikat kulit bertemu
dengan daging yang terbentuk dari tanah adalah tempat terwujudnya sifat Allah
yang bernama hakim, sehingga bukan kulit dan daging melainkan sifat Allah yang
bernama hakim. Ketika terlahir sifat Allah yang bernama hakim pada kulit dan
daging kemudian saat itu kulit dan daging bernama hakimun dan pemahamannya
adalah “bukan kulit dan daging aku (manusia) melainkan hakimun semata”.
Api, angin, air dan
tanah yang merupakan komponen pembentuk darah, urat/ nadi, tulang, daging dan
kulit hanyalah pembungkus hati, jantung, paru-paru dan buah punggung/ ginjal
semata.
Didalam batas ini. Difahami
bahwa tubuh manusia tak lebih dari mayah yang terbujur. Walaupun mempunyai
kulit, kulit tidak bisa merasa. Berdarah tapi tidak mengalir. Bertulang tapi
tidak kuasa menopang tubuh. Mempunyai urat dan nadi tapi tidak mempunyai kekuatan
dan pada saat itu manusia bukanlah apa-apa dan bukan pula siapa-siapa.
Manusia pada hakikatnya
hanyalah onggokan daging yang terdiri dari selembar kulit pembungkus daging,
pembungkus urat dan pembungkus tulang yang berisi hati, jantung, paru-paru dan
ginjal. Diluar itu manusia juga memiliki hawa hafsu, kemudian hawa hafsu
tersebut juga terbagi menjadi empat, yaitu :
1. Nafsu Amarah yang berada pada telinga.
2. Nafsu Sufiah yang berada pada mata.
3. Nafsu Lawammah yang berada pada lidah.
4. Nafsu Muthmainah yang berada pada Hati.
Datangnya nafsu yaitu
keinginan pada waktu diberi asi, dimana rasa menjadi kontak dengan gulungan
api, angin, bumi dan air. Sebab itulah air susu asal dari empat, buktinya adalah
makanan yang dimakan oleh ibu, sebab jika ibunya tidak makan apa-apa dan tidak
akan ada air susu. Ketika mulut bertemu dengan air susu tentu adanya rasa. Rasa
enak dan manis, terasa yang enak, sampai ingin lagi tidak mau terlambat. Kalau terlambat
suka mengangis (sifat bayi).
Semua terjadi karena
adanya pertemuan/ kontak. Bukti bahwa adanya kontak ibu dan bapak maka
keluarlah seorang bayi dari alam rahim dengan hidupnya maka bertemulah hawa
batin dan dhohir. Maka ketika kontak dengan alam dunia maka adanya nyawa.
Sifat dari nyawa adalah
nafas dan hakikat nyawa adalah rasa. Ketika rasa kontak dengan makanan maka
akan menjadi nafsu dan banyak kemauan sudah pasti dan bibit dari pada kemauan
adalah karena sudah merasakan air susu itu enak dirasakan.
Dari penjelasan diatas
maka dari adanya rasa enak kemudian pasti adanya rasa tidak enak. Murakabah enak
dan tidak enak sudah tentu kepada telinga, mata, hidung. Sebagai contoh di
telinga (pendengaran) jika ada yang tidak didengar maka akan menimbulkan amarah.
Ada
banyak sekali objek indera di dunia, tetapi kita harus menjaga agar alat indera
kita tidak berhubungan dengan terlalu banyak objek. Objek-objek itu tidak
kekal, jika terjerat ke dalam hal-hal yang kecil atau remeh (meskipun masalah
kecil), seluruh hidup kita akan tidak berarti dan tidak suci lagi.
Kita
apat melihat contoh ini pada beberapa binatang atau serangga yang menjadi
korban akibat salah satu atau dua alat inderanya. Misalnya, jika seekor rusa
mendengar musik yang merdu, ia lalu sangat tertarik sehinga dapat dengan mudah
ditangkap.
Jika
pendengaran kontak dengan suara yang jelek, kejadiannya menjadi rasa tidak
enak, begitu juga jika kontak dengan suara yang baik akan menimbulkan enak,
seterusnya begitu. Di mata pun bukti, ada enak di lihat dan tidak enak di lihat, malah ada
penglihatan yang suka menimbulkan amarah. Matapun
tergantung kontaknya dengan sifat. sifat yang baik dan yang buruk, jika baik
maka akan menjadi enak. Pada penciuman juga begitu, ada enak dan tidak enak, sama dengan
pendengaran.
Begitulah pancaindera dapat terpengaruh oleh keadaan, sehingga nafsu keinginan
berkobar laksana bara api yang membakar sekujur tubuh, akibatnya akan
menjerumuskannya ke dalam jurang kekalutan dan kebodohan batin.
Adalah
suatu kenyataan, bahwa pancaindera dapat membangkitkan berbagai macam perasaan
seperti marah, sedih, senang, takut, susah, benci, dsb. Maka dari itu
pentingnya mengendalikan pancaindera dengan tujuan untuk melatih perbuatan,
pikiran, dan perasaan kita, agar dapat dikuasai sehingga kita dapat menjadi “tuan bagi diri sendiri”.
Hal-hal
duniawi dapat menyebabkan kita menjadi penuh amarah (mata buta), menjadikan
kita penuh kebodohan batin (tuli), dan menjadikan kita penuh nafsu keinginan
(kehilangan rasa sejati).
"Panca warna dapat membuat mata menjadi buta, panca suara dapat membuat telinga menjadi tuli, panca rasa dapat membuat lidah kehilangan rasa sejati”. Semuanya itu adalah bukti dari adanya segala keinginan. sifat rasa baik dan sifat rasa buruk.
wassalam ....
No comments:
Post a Comment