Thursday, December 1, 2016

MENGUNGKAP PEMAHAMAN "Pembodohan" TENTANG KESAKTIAN DARI JIN

Oleh : Dayendra Sasri

Pada tulisan ini, saya akan membahas sedikit tentang paradikma yang bersifat 'pembodohan' yang sangat marak di tengah masyarakat kita. Mungkin berbicara seputar hal gaib (mistis) tidak akan pernah bosan-bosannya kita untuk membahasnya dan tidak adanya penghujung cerita yang seakan bisa menghentikan obrolan tersebut. semakin terbukanya cerita maka nalar penasaran akan semakin berkecamuk.



Ilustrasi Jin

Disuatu sisi saya juga tergolong mempunyai hobi 'suka akan hal-hal mistis dan spritual'. Di dalam ini ada semacam penyempitan pemikiran yang tertuju kepada  kesaktian dan hal-hal gaib lainnya. Memang seperti yang saya ulas di awal tadi, daya tarik dalam hal gaib tidak ada matinya seakan tidak berpengaruh kepada perkembangan zaman.

Sebagai catatan, seperti biasa saya bukan bermaksud sebagai pengguru atau menggurui. Dalam hal ini semua semata karena kita sama-sama mencari sebuah kebenaran. Kebijakan dalam mengimpulkan kesimpulan sangat diharapkan. lebih dan kurang agar bisa diluruskan kembali.

Di dalam agama Islam, masalah gaib ini adalah menjadi salah satu hal yang pertama kali yang wajib diimani, semua itu tergambar pada Q.S. Al-Baqarah ayat 3, tetapi ada suatu hal yang disayangkan. Miris karena masalah ketidaktahuan maka banyak yang memprediksi hal gaib hanya berkaitan dengan jin, siluman, energi negatif dsb. sehingga tidak jarang jika dalam diskusi masalah tersebut keluarlah sebuah kalimat doktrin. "Kita harus percaya sama yang gaib" dan jika secara mendalam memang benar. Tapi kalau memang demikian kenapa saya belum menemukan rukun iman ke-7 tentang "percaya pada jin".

Padahal yang ghaib bukan hanya jin dan perbuatannya yang aneh-aneh itu. enam rukun iman yang wajib dipercayai oleh semua orang Islam adalah perkara ghaib. Karena kepercayaan saya pada rukun iman maka saya pecaya bahwa jin itu ada. Jika seandainya Al-Qur'an bilang jin itu tidak ada saya akan bilang jin itu tidak ada.

Saya akan mulai tulisan ini dengan definisi ghaib.

Definisi ghaib adalah sesuatu yang tidak tampak atau tidak hadir, lawan katanya adalah hadhara atau hadir dan nampak. Ghaib itu sendiri terdiri dari dua macam :

1. Ghaib Nisbi
Di mana ada bagian yang diketahui dan tidak diketahui. Sama seperti halnya berapa jumlah uang kita dalam dompet. Kita sebagai pemilik dompet tahu pasti berapa jumlah uang dalam dompet, namun tidak demikian dengan orang lain. Menjadi tidak ghaib jika kita memperlihatkan berapa jumlah uang kita pada orang lain. Namun tetap saja bagi orang lain jumlah uang dalam dompet kita adalah perkara ghaib.

2. Ghaib Muthlaq
Ini hanya Allah SWT saja yang mengetahuinya secara mutlak. Misalnya pengetahuan tentang kapan terjadinya hari kiamat. Hal yang bahkan Rasulullah SAW berkata pada Jibril as. "yang ditanya tidak lebih tahu dari yang mananya."
Benang merah dari perkara ghaib adalah informasi dari yang mengetahui masalah tersebut secara hakiki. Bukan cuma sekadar tahu atau menerka. Saya pakai Analogi dompet lagi. Sebagai ilustrasi, teman saya mungkin mengetahui isi dompet saya karena mengetahui berapa besar penghasilan saya. Jika penghasilan saya 50 juta per bulan, mustahil isi dompet saya lebih dari 50 juta. Mustahil karena secara logika tidak mungkin dan yang kedua uang 50 juta tidak mungkin muat di dompet saya, sangat tebal sekali rasanya. Hal yang jelas lagi adalah tidak mungkin saya membawa uang kurang dari Rp 5000 karena harga pertamax sudah 9300 per liter dan kalau ban motor saya bocor perlu dana sekitar 10 ribu untuk tambah ban. Belum lagi kemungkinan biaya makan siang yang harus sesuai dengan postur tubuh saya yang mustahil sekali makan di bawah 10 ribu. Belum lagi untuk miscalenous selama perjalanan. Minimal saya bawa uang 30 sampai 50 ribu perhari. Tetapi apa saya pasti bawa segitu? Bisanya saya membawa Rp 33.375,- bisa juga membawa uang cuma 300 Ribu. Intinya tidak ada yang tahu persis sampai saya memberi tahu jumlah nya secara detail. Bisa jadi juga hari itu saya gak bawa dompet sama sekali dan tidak ada yang tahu kecuali saya yang bakal memberitahu atau seandainya menelphone jika dompet saya ketinggalan. "dompetnya ketinggalan bang...". 

Dalam kehidupan manusia yang serba kelihatan dan tampaknya pasti ini, ada satu hal ghaib yang tidak pernah akan diketahuinya. Yaitu hal berikutnya di detik berikutnya dalam kehidupannya dan pastinya masa depannya kelak. "Prediksi isi dompet saya" adalah puncak ketinggian ilmu manusia saat ini. Ketingian ilmu manusia saat ini hanya untuk memprediksi apa-apa yang belum pasti terjadi di masa yang akan datang. Manusia bisa prediksi akan mendarat di Bandara Changi Singapura pada waktu tertentu, tapi tidak ada yang bisa kontrol ada petir atau badai yang membuat pesawat jatuh di lautan. 

Memastikan segala sesuatu yang tidak pasti adalah impian manusia. Mengetahui lebih cepat dan akurat dari orang lain adalah hal yang menggiurkan. Jika dua hal ini dapat dipastikan maka tidak akan ada rencana manusia yang gagal dan semua pasti berhasil. Jika tidak berhasil disini lah kecewa, stress bahkan gila bisa menimpa manusia. Manusia perlu pegangan, perlu pedoman, perlu kepastian. Kepastian itu ada pada yang memegang kepastian secara mutlak dan Dzat itu yang kemudian kita kenal Allah. Tuhan yang memastikan bahwa manusia tidak bisa mengendalikan apapun yang terkait dengan nasibnya sedetik kemudian di dunia namun juga membebaskan manusia untuk tetap dapat merencanakan akhir yang diinginkannya kelak ketika berjumpa dengan-Nya. Di sinilah qadha wa qadar, ilmu, kehendak, ikhtiyar dan balasan menemukan keseimbangannya, amat merugi yang tidak dapat menikmati dialektikanya. 

Yang dipastikan Allah di dunia ini sangat sedikit dan lebih banyak variable factor di dunia ini dari pada fix factor. Bahkan fix factor yang tertuang dalam rukun iman seluruhnya adalah perkara ghaib. Tidak ada di antara kita yang pernah berjumpa Allah, Malaikat dan para Nabi. Kitab yang kita anggap jelas pun diturunkan oleh Allah dan dibawa oleh Malaikat dan disampaikan oleh para Nabi yang kita belum pernah melihatnya. Apalagi takdir baik buruk yang belum mengunjungi kita atau hari kiamat yang bahkan para Nabi dan Malaikat saja belum pernah mengalaminya. Sedangkan berbagai hal yang tampaknya pasti di dunia ini seluruhnya variable factor. Penuh dengan ketidakpastian. Banyak uang yang kita miliki, rumah yang menaungi, anak, istri, orang tua, kerabat dan teman yang di sekitar kita adalah kumpulan hal-hal yang tidak pernah kita ketahui kelanjutannya di muka bumi ini. Begitulah hal yang aksiomatik kita percaya adalah hal yang ghaib, sedangkan hal yang tampak adalah sesuatu yang kita tidak bisa percayai. Itulah dunia yang karenanya kerap dinamai dengan (Kesenangan Yang Menipu).

Ketidakpastian inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Jin dan Kolega nya di dunia untuk memberi sebuah Kepastian Semu. Kepastian yang didapat dari ilustrasu "ilmu isi dompet saya" atau bahkan hanya ilusi yang tidak pernah terbukti. Manusia diberikan kepastian melihat atau mengetahui masa depan atau memiliki kemampuan yang mampu mengatasi tantangan ke depan. Inilah asal dari ilmu ramal dan kesaktian yang beredar di sekitar kita. Mulai dari ilmu ramal bintang, planet, meteor, komet yang diilmiah-ilmiahkan sampai cuma sekadar mengocok kartu untuk mencari peruntungan. Rumus pasti yang dicari adalah masalah keuangan dan asmara. Ada lagi yang terobsesi dengan berbagai ilmu kesaktian yang mampu membuatnya kebal, bergerak cerat dan berserangan kuat, sekadar untuk memastikan jika ada hal-hal yang tidak diinginkan sudah siap. Padahal selama saya belajar bela diri saya belum pernah berkelahi sungguhan di jalanan kecuali saat latihan atau turnamen. Masih baru mungkin masih 23 tahun sudah saya hidup dan alhamdulillah belum pernah merasa perlu pakai tangkal dan pagar diri supaya tidak mempan disantet. Bahaya di luar kita pasti ada namun tidak sebesar akibat jika kita berbuat kejahatan.

Masalah dalam memperoleh ramalan dan kesaktian ini adalah imbal balik yang tidak layak dengan kedudukan kita sebagai manusia yang dimuliakan oleh Allah SWT. Untuk memperoleh ini jin dan koleganya selalu berupaya untuk menjadikan manusia sebagai budak mereka, sebagai makhluk yang memiliki kedudukan lebih rendah dari mereka, sebagai ciptaan yang bodoh dan bersedia dibodoh-bodohi. Apalagi yang lebih mengherankan dari pada kebodohon yang bertumpuk-tumpuk.

Kebodohan dan perbudakan itu terkadang dinamai dengan tumbal, syarat dan bahkan sareat (syariat). Kebodohan itu dimulai dengan percaya ada ilmu putih dan ilmu hitam. Kepercayaan yang dibangun bahwa ilmu putih dipakai untuk kebaikan dan ilmu hitam untuk keburukan. Padahal di belakang itu aktor intelektual tetap syaitan dalam bentuk jin dan koleganya. Untuk orang yang jauh dari agama, cenderung sesat dan menghalalkan segala cara atau yang kita kenal dengan penjahat dan syarat-syarat yang diberikan setan biasanya adalah syarat yang membuktikan kebodohan manusia dan juga penistaan terhadap agama. Misalnya syarat bodoh untuk mencuri tali pocong, tidak boleh melihat cahaya, bertapa di atas pohon, minum darah, menyembelih hewan dengan ciri tertentu dll. Syarat nista seperti menulis ayat Al-Qur'an dengan darah atau kotoran hewan, bahkan mengencingi Al-Qur'an adalah ritual wajib.

Sedangkan untuk orang-orang yang mengerti agama maka syarat-syarat yang diberikan pun berbau ibadah. Misalnya membaca ayat tertentu dengan bilangan tertentu atau dengan tata cara tertentu, seperti membaca ayat kursi 1000 kali kemudian pada potongan ayat tertentunya dibaca 3x dengan menahan nafas adalah di antaranya. Bisa juga dengan memberi sarat membaca dzikir-dzikir yang masyhur tapi dengan jumlah yang tidak lazim, misalnya baca subhanallah 7777 kali, atau adakalanya dengan memasukkan ucapan-ucapan yang mengandung kesyirikan di dalam doa atau mantra yang diberikan. Ini biasanya lebih advance karena tidak semua orang paham bahasa arab dan jikapun paham masih bisa diplintir dengan tafsir jalan lain versi jin dan koleganya. Lebih advance lagi kalau mereka sampai nekad bikin hadits palsu terkait keutamaan yang diiming-imingkan dari mengamalkan "amalan" pengalap kesaktian itu. Saya di sini belum membahas mengenai sisi bid'ah dari amalan ini. Yang saya bahas adalah pembodohan dan perbudakan yang sukses mereka lakukan pada manusia. Sebagaimana sebelumnya iblis sukses pula memperdaya Adam dan Hawa. Mereka meneruskan tradisi iblis yang bisa berkata, "Aku lebih baik dari dia".

Ingat, ada adagium yang bisa kita jadikan sebagai pedoman, sebagai seseorang yang beragama. Maka jangan sampai kita nodai agama tersebut dengan hal-hal yang demikian. ingat, "SEMAKIN KUAT SESEORANG MELAWAN AKIDAH, MAKA KESAKTIAN NYA PUN AKAN SEMAKIN KUAT (Ilmu Hitam *red)". Jadi bisa kita ambil kesimpulan, kenapa kita dilarang untuk bersekuti dengan jin. karna jawaban nya adalah Jin tersebut memang bisa kiranya membantu manusia. makanya Allah banyak menerangkan dan menegaskan di dalam Al-Qur'an untuk tidak bersekutu dengan hal gaib.

Wallahu a'lam.

5 comments: