Saturday, April 15, 2017

BELAJARLAH SAMPAI KITA MERASA BODOH

Oleh : Dayendra Sasri


Anda mungkin tidak sepakat dengan judul ini, tapi saya punya alasan tersendiri dan dengan konteks tersendiri.

Apa yang saya rasakan selama ini memang persis seperti judul di atas.
Semakin banyak saya belajar bahkan lebih banyak dari yang sudah-sudah, maka saya merasa sangat bodoh. Begitu banyaknya hal yang belum saya tahu. Satu dua hal yang sudah saya dapatkan dan kemudian memicu hal-hal lain yang belum saya ketahui. Begitu seterusnya, membuat saya semakin kerdil atas ilmu yang  miliki. Sungguh, benar-benar kerdil.


Mari kita renungi kembali bahwa selama ini, kita bandingkan dengan diri kita. Seringkali kita ketika
mempunyai ilmu baru, kita merasa semakin pintar dan sombong. Berusaha menunjukkan kepintaran kita di hadapan orang lain dan bahkan tidak jarang digunakan untuk mendebat orang-orang yang belum tahu.

Kalau dahulu, saat masih anak sekolahan dan mungkin setelah tamat beberapa waktu lamanya. saya lebih sering berkomentar dahulu baru kemudian berpikir, seakan saya ini tahu banyak hal, padahal nyatanya kosong. Saya dulu terbiasa berada di lingkungan miskin ilmu. Cenderung merasa puas dengan pendapatnya tanpa dasar ilmu (kalaupun dengan ilmu, ilmu yang setengah-setengah). Maksudnya, dulu jarang sekali kita melakukan kajian ilmu secara intens, lebih sering langsung praktek, amal, amal dan amal. Nyatanya, apa yang kita lakukan itu jauh sekali dari ilmu yang sebenarnya.

Mungkin pembaca mengetahui tipikal dari siswa kebanyakan. Semangat berapi-api tanpa diiringi ilmu yang seimbang. Alhasil, kita cuma tahu kulit arinya saja, itu pun belum tahu kebenarannya. Jika diingat-ingat, saya merasa menyesali apa yang sudah terjadi. Betapa banyaknya waktu yang saya sia-siakan tanpa mempelajari ilmu lebih banyak.

Sekarang, saya berusaha untuk tidak banyak komentar jika saya tidak tahu ilmunya, meskipun hanya satu ayat, istilahnya. Satu ayat tapi kita paham betul dengan ayat tersebut, itu jauh lebih baik ketimbang mengetahui banyak ayat tapi tidak dipahami dan dikuasai. Ilmu sebelum amal, mungkin itu pernyataan yang lebih tepat.

Bahkan didalam Islam pun juga menyinggung tentang permasalahan tersebut, seperti yang diriwayatkan Ibnu Majah At Tirmidzi No.2654.

“Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk mendebat orang bodoh, atau berbangga di depan ulama, atau mencari perhatian manusia kepadanya, maka dia di neraka."

Ada satu nasehat dari seorang guru beberapa waktu lalu, “Hindarilah perasaan takjub pada diri sendiri."

Perasaan takjub yang bisa berupa ilmu, prestasi, karya, maupun fisik. Selain akan menimbulkan rasa ujub (sombong dan merendahkan orang lain), itu juga bisa menghambat kita untuk bersyukur dan melangkah lebih jauh lagi.

Maka mari kita belajar dari sifat padi. Semakin banyak isinya, semakin pula ia menunduk (tawadhu’).

Nauzu billahi min zalik...
Wassalam...

No comments:

Post a Comment