PENGARUH
PEMANGKASAN TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN HASIL TANAMAN
CABAI MERAH KERITING
(Capsicum annuum L.)
THE PRUNING
EFFECT TOWARD GROWTH AND
CURLY RED
CHILLIES CROP YIELDS
Dayendra Sasri1, Bustari Badal2, Dewirman Prima Putra2
1Prodi Agroteknologi, Fakultas
Pertanian,Universitas Ekasakti Padang
E-mail: dayendrasasri@gmail.com
2Program Studi Agroteknologi, Universitas Ekasakti
ABSTRAK
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Koto
Panjang Ikua Koto, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, pada bulan Februari –
Juni 2018. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan pemangkasan terbaik
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah keriting (Capsicum annuum L.). Penelitian ini
dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan
dan 6 ulangan. Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F dan dilanjutkan
dengan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5%. Perlakuan
adalah berbagai pemangkasan, yang terdiri dari A = Kontrol/ tanpa pemangkasan,
B = Pemangkasan pucuk umur 21 hari setelah semai, C = Pemangkasan cabang ke
dua, D = Pemangkasan cabang ke tiga. Variabel pengamatan meliputi tinggi
tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, jumlah dan berat buah per tanaman.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pemangkasan pucuk umur 21 hari
setelah semai memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik dibandingkan perlakuan
lainnya.
Kata
kunci : cabai merah keriting, pertumbuhan, pemangkasan, pucuk, cabang.
ABSTRACT
The research was conduted
in Koto Panjang Ikua Koto Subdistrict, Koto Tangah Subdistrict, Padang City in
February – June 2018. The aim of the study was to obtain the best pruning of
the growth and yield of curly red chilli (Capsicum annuum L.). This experiment
was carried out using a completely randomized design (CRD) with 4 treatments
and 6 repetitions. Observation data were analyzed by the F test and continued
with Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) at the level 5%. The treadment
given is a various pruning, which consists A = Control/ without trimming, B =
Pruning shoots at the age of 21 day after seedling, C = Pruning branch two, and
D = Pruning branch three. Variables observed included plant height, number of
branches, flowering age, number and weight of planted fruit. Overall, it can be
concluded that pruning at the age of 21days seedling gives the best growth and
yield compared to other treatments.
Key words :
curly chili, growth, pruning, shoots, branches.
.
PENDAHULUAN
Tanaman cabai merah
keriting (Capsicum annuum L) termasuk
ke dalam suku terung-terungan (Solanales)
berbentuk perdu, tergolong tanaman semusim. Tanaman cabai merah keriting
berasal dari Amerika Selatan (Tjahjadi, 1991). Dengan banyaknya permintaan akan
cabai merah keriting, maka cabai merah keriting termasuk produk yang memberikan
keuntungan yang sangat besar bagi petani maupun pedagang dalam penjualan cabai
merah keriting (Susila, 2006).
Produksi Nasional
cabai merah keriting pada tahun 2013 sebesar 1.012.879 ton, tahun 2014 sebesar
1.074.602 ton, tahun 2015 sebesar 1.045.182 ton, dan tahun 2016 sebesar
1.099.965 ton (Badan Pusat Statistika, 2017). Penggunaan cabai merah keriting
Nasional mengalami peningkatan, pada tahun 2013 sebesar 890.603 ton, tahun 2014
sebesar 937.073 ton, tahun 2015 sebesar 1.002.198 ton, tahun 2016 sebesar
1.051.911 ton. (Badan Pusat Statistika, 2017).
Dewasa ini tanaman
cabai merah keriting menjadi komoditas sayuran penting di Indonesia, karena
memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan seiring dengan penambahan jumlah
penduduk maka permintaan akan cabai merah keriting akan meningkat tajam
(Yusniawati, 2008). Pelaku usaha tani cabai merah keriting dalam hal ini petani
masih belum sepenuhnya menerapkan teknologi yang di ajurkan di dalam melaksanakan
usaha tani cabai merah keriting sehingga tingkat produksi cabai merah keriting
yang dihasilkan masih di bawah potensi produksinya (Duriat dan Agus, 2003).
Upaya yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman cabai merah keriting yaitu dengan
melakukan pemangkasan. Pemangkasan bertujuan untuk mengurangi resiko serangan
hama dan penyakit juga bisa memperkokoh tanaman agar tidak terlalu berat pada
bagian kanopi, mengoptimalkan sinar matahari dan menyeimbangkan bentuk tajuk
dan kanopi (Hamid dan Haryanyo, 2012).
Pemangkasan dapat
dilakukan dengan memotong bagian ujung atau pucuk tanaman, tindakan pemangkasan
ini diharapkan agar pertumbuhan tunas dan cabang semakin banyak, sehingga
pembungaan semakin banyak pula. (Syukur, Yunianti, dan Dermawan. 2012).
METODOLOGI
PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan
di Kelurahan Koto Panjang Ikua Koto, Kecamatan Koto Tangah, Kota
Padang.. Percobaan ini dilaksanakan bulan Februari sampai bulan Juni 2018.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang dipergunakan adalah benih tanaman cabai merah keriting Varietas
Lado F1 (Lampiran 1), pupuk NPK (16:16:16), NPK (15:09:20), Gandasil B dan D,
Urea, KCl, SP-36, TOCA, insektisida; curacron 500 EC, Pegasus 500 SC,
fungisida; Dithane M-45. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah cangkul,
parang, ayakan tanah, ember plastik, timbangan, tali rafia, ajir, palu, gembor,
sprayer, serta alat tulis lainnya.
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan sehingga
terdapat 24 satuan percobaan.
Rancangan yang digunakan pada penelitian
ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 kelompok
sehingga terdapat 24, semua tanaman dijadikan sebagai sampel pengamatan. Perlakuan
beberapa
Pemangkasan
yang terdiri dari A = Kontrol/ tanpa pemangkasan, B = Pemangkasan pucuk umur 21
hari setelah semai, C = Pemangkasan cabang ke dua, D = Pemangkasan cabang ke
tiga.
Data-data dari hasil
pengamatan yang diperoleh dianalisis secara statistika dengan sidik ragam (uji
F). Bila F-hitung > F-tabel 5% maka
untuk mengetahui perlakuan-perlakuan yang berpengaruh, uji
dilanjutkan dengan
mengunakan Duncan’s New Multiple Range Test
(DNMRT).
Variabel pengamatan
1. Tinggi tanaman (cm)
2. Jumlah cabang (buah)
3. Umur berbunga (hari)
4. Jumlah buah pertanaman (buah)
5. Berat buah pertanaman (g)
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Tinggi
Tanaman (cm)
Hasil
pengamatan tinggi tanaman cabai merah keriting dari beberapa pemangkasan
setelah dianalisis secara statistik dengan sidik ragam memberikan pengaruh
sangat berbeda nyata. Rata-rata tinggi tanaman akibat beberapa pemangkasan
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Hasil pengamatan tinggi tanaman cabai merah keriting dari berbagai perlakuan
pemangkasan.
Perlakuan
pemangkasan
|
Tinggi
tanaman (cm)
|
D = Dipangkas pada cabang ketiga
C = Dipangkas pada cabang kedua
B = Dipangkas pucuk umur 21 hari setelah semai
A = Kontrol/ tanpa pemangkasan
|
73,05 a
67,30 b
64,25 c
60,67
d
|
KK
|
2,70
|
Angka-angka yang
diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama berbeda nyata menurut uji F pada
taraf nyata 5%.
Pada
Tabel 1. dapat dilihat bahwa tinggi tanaman cabai merah keriting pada perlakuan
D, hal ini diduga karena perlakuan D adalah pemangkasan yang terakhir dilakukan
dan perlakuan lainnya yang sudah lebih dulu dipangkas memiliki laju kesamping
dalam pertumbuhannya setelah dilakukan pemangkasan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Salisbury, Frank dan Cleon (1995) menyatakan bahwa memotong pucuk
tanaman dapat mengurangi dominasi apikal karena dengan memotong bagian pucuk
tanaman, produksi auksin yang disintesis pada pucuk tanaman akan terhambat dan
bahkan terhenti, hal ini akan mendorong pertumbuhan tunas lateral atau tunas
ketiak.
Hal
ini diperkuat oleh pendapat Lakitan (1996), pada prinsipnya pemangkasan akan
merangsang terbentuknya tunas lebih banyak, pemangkasan menyebabkan dominasi
apikal hilang sehingga pertumbuhan memanjang ke atas terhenti. Hal ini
dikarenakan sel-sel meristem yang ada di bagian pucuk tanaman yang dipangkas
ujung batangnya cendrung beralih melakukan pertumbuhan menyamping, misalnya
pembentukan cabang atau tunas lateral.
Jumlah Cabang (buah)
Hasil
pengamatan jumlah cabang tanaman cabai merah keriting dari beberapa pemangkasan
setelah dianalisis secara statistik dengan sidik ragam memberikan pengaruh
sangat berbeda nyata. Rata-rata tinggi tanaman akibat beberapa pemangkasan
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
2. Hasil pengamatan jumlah cabang tanaman cabai merah
keriting dari berbagai
perlakuan pemangkasan.
Perlakuan pemangkasan
|
Jumlah cabang (buah)
|
C =
Dipangkas cabang kedua
D =
Dipangkas cabang ketiga
B =
Dipangkas pucuk umur 21 hari setelah semai
A =
Kontrol/ tanpa pemangkasan
|
17,22 a
16,52 b
16,00 c
8,00 d
|
KK
|
3,02
|
Angka-angka
yang diikuti huruf yang sama berbeda nyata menurut uji F pada taraf nyata 5%.
Pada
Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah cabang terbanyak terdapat pada perlakuan C, hal ini diduga karena
perlakuan C ketika dilakukan pemangkasan masih didalam fase vegetatif sehingga
cabang baru banyak muncul setelah dilakukan pemangkasan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sutrisno dan Wijanarko (2017), tanaman yang dipangkas dalam fase
vegetatif mengakibatkan semua mata tunas yang berpotensi tumbuh dan dipacu
secara maksimal untuk menghasilkan cabang baru yang banyak. Sebaliknya pada
perlakuan yang lain harus membagi arah pertumbuhan dari vegetatif ke generatif
sehingga pembentukan tunas baru terjadi tidak maksimal.
Hasil
penelitian dari Magfoer dan Herlina (2015) juga menyatakan bahwa pemangkasan
dalam fase vegetatif menyebabkan banyaknya pembentukan cabang lateral baru
sehingga tunas ketiak tumbuh dengan cepat.
Umur Berbunga (hari)
Hasil
pengamatan umur berbunga tanaman cabai merah keriting dari beberapa pemangkasan
setelah dianalisis secara statistik dengan sidik ragam memberikan pengaruh
sangat berbeda nyata. Rata-rata tinggi tanaman akibat beberapa pemangkasan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel
3. Hasil pengamatan umur berbunga tanaman cabai merah keriting dari berbagai
perlakuan pemangkasan.
Perlakuan pemangkasan
|
Umur berbunga (hari)
|
B =
Dipangkas pucuk umur 21 hari setelah semai
C =
Dipangkas cabang kedua
A =
Kontrol/ tanpa pemangkasan
D =
Dipangkas cabang ketiga
|
92,56 a
78,95 b
74,98
c
74,92
c
|
KK
|
1,63
|
Angka-angka
pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak
nyata menurut uji DNMRT pada taraf nyata 5%.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa bunga yang paling cepat
muncul terdapat pada perlakuan D, hal ini diduga karena pemangkasan D adalah
pemangkasan yang terakhir dilakukan dari semua perlakuan. Pada saat melakukan
pemangkasan pada tanaman D sudah memasuki fase generatif yaitu dengan ditandai
sudah munculnya bunga pada tanaman. Begitu juga dengan perlakuan A umur
berbunganya juga lebih capat, karena tanpa pemangkasan tunas lateral tidak
terbentuk sehingga pembungaan cepat terjadi.
Menurut Widodo dan Sumarah (2007), pemangkasan
tanaman akan memperpanjang masa vegetatifnya, akibatnya akan memperlama waktu
berbunga. menurut Thompson dan Kelly (1986), pada tanaman yang tidak dipangkas,
bagian yang paling aktif dalam pertumbuhannya terdapat pada bagian pucuk atau tunas.
Pada bagian ini akan menjadi aktif dan disamping mendapatkan unsur hara dari
bagian daun yang digunakan tanaman untuk pertumbuhan tunas atau pucuk. Ketika
dilakukan pemangkasan maka hal ini dapat menghambat pertumbuhan pada
bagian-bagian yang lain terutama pada fase pembuahan.
Jumlah Buah
Pertanaman (buah) dan Berat Buah Pertanaman (gram)
Hasil
pengamatan jumlah buah pertanaman dan berat buah pertanaman tanaman cabai merah
keriting dari beberapa pemangkasan setelah dianalisis secara statistik dengan sidik
ragam memberikan pengaruh sangat berbeda nyata. Rata-rata tinggi tanaman akibat
beberapa pemangkasan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel
4. Hasil pengamatan jumlah buah dan
berat buah pertanaman cabai merah keriting
dari berbagai perlakuan pemangkasan.
Perlakuan pemangkasan
|
Jumlah buah pertanaman (buah)
|
Berat buah pertanaman (g)
|
B = Dipangkas pucuk umur 21 hari setelah semai
C =
Dipangkas cabang kedua
D =
Dipangkas cabang ketiga
A =
Kontrol/ tanpa pemangkasan
|
167,50 a
152,08 b
140,36 c
121,20 d
|
509,37 a
460,61 b
426,59 c
368,41
d
|
KK
|
2,00
|
2,33
|
Angka-angka yang diikuti huruf
yang sama pada lajur yang sama berbeda nyata menurut uji F pada taraf nyata 5%.
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah buah dan berat
buah pertanaman tanaman cabai merah
keriting terdapat pada perlakuan B, karena pada perlakuan B pemangkasan dilakukan
didalam fase vegetatif. Karena secara teori perlakuan C dan D setelah dilakukan
pemangkasan diserang hama trips sehingga banyak tanaman yang mengalami
keriting, hal ini terjadi karena tunas baru muncul serentak dan dalam jumlah
yang banyak karena pemangkasan.
Menurut
Kalshoven (1981), hama thrips (Trips
parvispinus) merupakan hama pada tanaman cabai merah keriting. Tjahjadi
(1991), virus mosaik dan virus keriting ini ditularkan oleh vektor dengan cara
menghisap cairan dalam jaringan tanaman pada bagian-bagian yang lunak, pada
saat menghisap cairan pada tanaman tersebutlah virus itu berpindah dari vektor
ke tanaman.
Virus
keriting ditularkan oleh thrips, virus tersebut menyebar di dalam tanaman
kemudian virus membentuk gen yang dapat merusak jaringan pada tanaman yang
berupa kromosom atau RNA/ DNA. Juga menghentikan kerjanya gen kromosom/
klorofil yang berupa asam amino sehingga tanaman tersebut dikuasai oleh gen
virus keriting (Semangun, 2008).
Green (1996), penyakit virus keriting pada tanaman
cabai merah keriting tanpak adanya warna mosaik kuning dan hijau muda yang
mencolok pada daun, kelanjutannya pucuk menumpuk keriting dan daun menyirip
atau mencekung. Semangun (2008), rendahnya produksi cabai merah keriting salah
satunya disebabkan oleh adanya serangan hama dan penyakit karena dapat
menyebabkan kerugian baik kualitas maupun kuantitas cabai merah keriting.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Berbagai
pemangkasan yang telah dilakukan terhadap tanaman cabai merah keriting memperlihatkan
pengaruh sangat berbeda nyata pada semua variabel pengamatan, seperti tinggi
tanaman, jumlah cabang, umur berbunga,
jumlah buah pertanaman, berat buah pertanaman.
2.
Pemangkasan pada pucuk 21 hari setelah semai
memperlihatkan hasil yang terbaik terhadap pertumbuhan tanaman cabai merah
keriting.
Saran
1. Pemangkasan yang dilakukan dalam budidaya tanaman cabai merah keriting
dilakukan pada saat bibit berumur 21 hari setelah semai.
2. Pemangkasan selanjutnya dapat dilakukan setelah tumbuhnya cabang setelah
pemangkasan 21 hari setelah semai.
DAFTAR PUSTAKA
Badan
Pusat Statistika. 2017. Statistika
Indonesia 2016. (http://www.bps.go.id). Diakses pada 29
Novembar 2018.
Duriat,
A dan M. Agus. 2003. Pengenalan Penyakit Penting Pada Cabai dan Pengendaliannya
Berdasarkan Epidemi Terapan. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang.
Green,
S.K. 1996. Guidelines for Diagnostic Word in Plant Vireology. Asian Vegetables
Research and Depelopment Center.
Hamid,
A dan M. Haryanto. 2012. Untung Besar Dari Bertanam Cabai Hibrida. PT.
Agromedia Pustaka. Jakarta. 96 hal.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia.
Revised and Translated By P.A Van Der Lann. PT. Ichitar Baru-Van Hoeve.
Jakarta.
Lakitan,
B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Salisbury.,
B. Frank and W.R. Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Semangun,
H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
Srirejeki, D.I., Maghfoer M.D., Herlina N. 2015.
Aplikasi PGPR dan Dekamon Serta Pemangkasan Pucuk Untuk Meningkatkan